Thursday, May 8, 2008

Detoks, Buang Racun dari Tubuh

JAKARTA - Saat ini banyak ditemui berbagai klinik kecantikan menjanjikan mampu menurunkan berat badan secara instan dengan detoksifikasi. Tentu saja hal itu menarik orang yang memiliki berat badan berlebih. Benarkah program itu sesuai dari sisi kesehatan?

Entah mengapa detoksifikasi atau sering disebut detoks selalu dihubungkan dengan pelangsingan tubuh. Padahal, anggapan ini tidak selalu benar. Manfaat sebenarnya dari detoksifikasi ialah mengeluarkan toksin atau racun dari dalam tubuh. Ahli gizi dari Rumah Sakit Jakarta dr Inayah Budiasti MS SpGK mengungkapkan, toksin di dalam tubuh manusia memang terjadi secara alami, bisa berasal dari ampas makanan dan makanan-makanan yang tidak tercerna.

Toksin bisa juga berasal dari udara serta kimia, yakni pestisida, zat atau makanan aditif, logam berat pada air, kimia industri, residu obat-obat farmasi, dan sebagainya. ”Bahkan, pikiran dan emosi negatif juga merupakan racun bagi sel-sel tubuh. Semua ampas atau zat yang tidak diperlukan tubuh akan diperlakukan sebagai racun,” ujar Inayah. Toksin diproduksi secara alamiah oleh tubuh. Hal ini merupakan proses metabolisme, yang setiap hari terdapat pembelahan sel-sel baru. Sementara itu, sel-sel lama menjadi aus dan mati.

Dalam kondisi normal, ampas dikeluarkan secara teratur setiap hari melalui sistem pembuangan tubuh. ”Yang paling efektif ialah pembuangan racun tubuh itu melalui buang air besar minimal satu kali. Tidak ada ketentuan yang sama setiap hari. Misalnya, sampah dapur restoran. Kadang menumpuk tinggi atau sedikit saja, tergantung dari pemesanan. Begitu pula racun di dalam tubuh, bisa berbeda setiap hari, tergantung gaya hidup pada hari itu,” paparnya.

Dia mencontohkan, jika seseorang pada suatu hari mengonsumsi makanan sehat berupa sayuran kaya serat, tidak memiliki masalah yang membebani pikiran dan pekerjaan lancar, toksin yang diproduksi di dalam tubuh tidak terlalu banyak. Kemudian, keesokan hari semua berubah. Undangan makan membuat orang tersebut makan berbagai makanan olahan, dengan beban kerja berat dan masalah pelik di rumah, otomatis kadar toksin yang diproduksi tubuh meningkat. Karena itu, Inayah kurang menyetujui detoks dilakukan dalam satu kesatuan yang singkat. Apalagi, tubuh memerlukan waktu beradaptasi ketika melakukan detoks.

”Saya kurang setuju, misalnya dengan detoks yang hanya dilakukan tiga hari, kemudian selesai. Berilah waktu minimal dua minggu dengan pola makan disesuaikan,” tegas dokter yang juga praktek di Hang Lekiu Medical Center di kawasan Jakarta Selatan itu. Hal senada juga diungkapkan ahli terapis organik dari Healthy Choice Kemang dr Angela C Ardhanie. Dia mengatakan, detoks merupakan proses pengeluaran racun dari dalam tubuh. Cara detoks bermacam-macam, tergantung kebutuhan masing-masing individu.

”Bagian tubuh yang didetoks juga berbeda setiap orang. Di sini kami juga punya detox center sehingga setiap orang yang mau melakukan detoks harus dilihat dulu kesehatan dan keluhannya seperti apa. Kemudian, baru kami tuntun,” ungkap Angela. Biasanya, proses detoks dimulai pada bagian usus besar (colon) sebagai salah satu organ utama pencernaan. Selain itu, detoks juga bisa dilakukan pada organ tubuh lain, seperti hati, ginjal, saluran pernapasan, kulit. ”Organ tubuh yang didetoks memang organ yang secara natural memiliki kemampuan untuk detoks tubuh, seperti usus besar, hati, ginjal, paru-paru, kulit,” pungkas alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia (UKI) itu.

Program Sesuai Kebutuhan

Puasa bagi orang-orang yang sudah terbiasa melakukan setiap satu tahun sekali selama satu bulan, tentu tidak ada masalah. Tubuh pun akan mudah beradaptasi. Namun, bagi yang belum terbiasa, maka proses detoksifikasi melalui puasa harus dilakukan secara hati-hati.

Pasalnya, tubuh harus beradaptasi dari asupan makanan dengan porsi yang biasa menjadi porsi yang lebih sedikit. Misalnya, mulai proses puasa selama dua hari dalam dua pekan, kemudian dua hari dalam sepekan, begitu seterusnya sampai bisa dilakukan setiap hari berturut-turut selama 30 hari. Seusai berpuasa, penting untuk tetap menjaga asupan makanan supaya tubuh yang sudah sehat dan bebas racun tadi tidak kembali dipenuhi racun.

Namun, kendati asupan makanan sudah dijaga, puasa baik sekali tetap dilakukan. Menurut ahli diet dari Northwestern Memorial Hospital Wellness Institute dan pembicara American Dietetic Association Dawn Jackson-Blatner, terdapat beberapa efek dari detoks yang harus diperhatikan. Misalnya, berat badan yang turun secara cepat tidak baik bagi tubuh. Saat proses detoks, ketika toksin melewati pembuluh darah, maka tubuh akan memberi reaksi sehingga bisa timbul gejala sakit kepala, mual, kembung, sembelit, pilek, flu, demam ringan, gangguan kulit, gangguan emosi, serta kedinginan. Kadang disertai perubahan warna air seni dan napas bau.

”Reaksi ini sangat individual sifatnya. Pada orang tertentu, reaksi ini boleh jadi tidak muncul atau sudah terjadi pada hari pertama,” ungkap Jackson-Blatner. Namun, reaksi itu baru muncul pada hari ketiga karena hari ketiga tubuh mulai mengambil energi dari lemak setelah hari pertama mengambil glukosa dari otot, hari kedua dari lever. Untuk bisa sampai ke otak, lemak harus mengalami tahap perubahan hingga membutuhkan waktu lebih lama.

Sementara itu, penulis Eat to Live: The Revolutionary Plan for Fast and Sustained Weight Loss and Fasting and Eating for Health Joel Fuhrman MD mengatakan, melakukan detoks dengan berpuasa untuk waktu lama secara tiba-tiba dapat berbahaya bagi tubuh. ”Terutama, untuk seseorang yang sebelumnya tidak mengonsumsi makanan sehat atau memiliki gangguan pada hati dan ginjal, sistem imunitas, serta orang yang sedang berada dalam tahap pengobatan,” tutur Fuhrman.

Karena itu, dr Inayah Budiasti MS SpGK menyarankan agar pelaksanaan detoks sebaiknya secara perlahan untuk memberi tubuh kesempatan beradaptasi. Layaknya orang yang perlu adaptasi ketika menghadapi pola makan, demikian juga yang dilakukan tubuh. ”Saat tubuh mengalami pengurangan asupan makanan, maka yang pertama dibuang ialah cairan. Jadi, bukan lemak yang dibuang dari tubuh. Padahal, sebanyak 80 persen tubuh terdiri atas air,” ungkapnya.

Karena itu, detoks yang dilakukan baik melalui puasa tanpa makan dan minum untuk waktu tertentu atau puasa jus, perlu dilakukan secara bertahap. Beri waktu pada tubuh beradaptasi minimal sekitar dua pekan untuk mendapatkan hasil terbaik. ”Memberi waktu istirahat dua pekan untuk saluran cerna sangat baik, yang penting asupan makanannya diatur,” tandasnya.

Puasa Tak Sekadar Menahan Lapar

Tubuh langsing adalah idaman sebagian besar wanita. Berbagai upaya pun dilakukan untuk mewujudkannya. Puasa dianggap menjadi jalan pintas paling ampuh. Bisa menurunkan berat badan secara drastis dalam waktu relatif singkat. Selain menahan nafsu lapar, dengan berpuasa terjadi proses yang sungguh menyehatkan tubuh, yaitu pembuangan racun-racun (detoksifikasi).

Penurunan berat tubuh hanya merupakan efek samping dari proses detoks tersebut. Karena itu, puasa baik dilakukan tidak hanya untuk orang yang ingin menurunkan berat badan. Orang sehat dengan berat badan ideal pun sangat baik menjalani puasa secara periodik agar racun yang masuk ke tubuh tidak menumpuk dan menjadi penyakit parah.

”Puasa untuk detoksifikasi bisa dilakukan dengan berbagai cara.Tetapi prinsipnya satu, yakni tidak memasukkan makanan berlebihan, terutama yang tidak sehat. Selain itu,mengurangi pemborosan energi hingga energi yang dihasilkan tubuh betul-betul digunakan untuk merontokkan semua racun,” ujar ahli gizi dari Rumah Sakit Jakarta dr Inayah Budiasti MS SpGK.

Penghematan energi tadi bisa dilakukan dengan puasa seperti yang selama ini dilakukan secara agama (makan hanya selepas magrib hingga sebelum subuh), atau hanya menyantap buah dan sayuran. Dengan berpuasa atau menyantap makanan yang mudah dicerna, tubuh tidak menggunakan energi untuk mencerna makanan, tetapi betul-betul untuk membuang racun.

”Sayang, tidak semua orang paham akan makna dan tujuan puasa sesungguhnya. Dengan begitu, ketika lepas dari puasa, mereka kembali ke pola makan semula. Makanan yang masuk tidak diperhatikan jumlah maupun mutunya. Bahkan di saat puasa pun, kita kerap jorjoran di waktu berbuka hingga proses detoks tidak berlangsung sempurna,” tutur ibu tiga anak ini. Jadi menurut Inayah, detoksifikasi merupakan pembuangan racun-racun tubuh dengan cara terbaik memberikan nutrisi yang sesuai untuk sel-sel tubuh.

Asupan nutrisi yang sesuai sangat penting karena sel tubuh mendapatkan suplai makanan dari saluran pencernaan yang dialirkan melalui pembuluh darah ke sel di seluruh tubuh. Praktek untuk melakukan detoks dengan jus buah makin familier di tengah masyarakat.

Menurut ahli terapis organik dari Healthy Choice Kemang dr Angela C Ardhanie, biasanya dia menganjurkan orang yang ingin melakukan detoks menjalani puasa dengan tetap mengonsumsi jus buah dan sayuran. Sesuai prinsip Healthy Choice yang mengedepankan produk organik, maka jus buah dan sayuran yang dipilih berasal dari buah dan sayur organik, yang dijamin tanpa tambahan zat pengawet dan gula. (ririn sjafriani/SINDO/mbs)

No comments: